Hi hi hi ,,,, apa kabar Millenials ? .Tetap semangat ya untuk belajar bersama tentang Antropologibersama saya SORAYA MAILINDA/NIM.223300050012/FAKULTAS HUKUM/UNIVERSITAS MPU TANTULAR dan saya juga dibimbing oleh dosen pengapu saya ibu SEREPINA TIUR MAIDA, S.SOS., M.PD., M.I.KOM, C.AC
Sebenernya aku lahir di jakarta , tapi ayah ku berasal dari suku Melayu kelahiran Kota Tebing Tinggi Sumatra Utara , jadi kita bahas yukkkk tentang Kota Tebing Tinggi Sumatra Utara.
Sejarah Berdirinya Kota Tebing Tinggi
Kira-kira seratus tiga puluh enam tahun yang lalu Kota Tebing Tinggi sudah di diami suku bangsa Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dari arsip lama, dimana dalam catatan tersebut dinyatakan Tebing Tinggi telah menjadi tempat pemukiman, tepatnya pada Tahun 1864.
Dari cerita-cerita rakyat yang dikisahkan oleh orang tua, dari sebuah bandar di Simalungun berangkatlah seorang tua yang bergelar Datuk Bandar Kajum, meninggalkan kampung halamannya yang diikuti para penggawa dan inang pengasuhnya melalui kerajaan Padang menuju Asahan.
Dalam perjalanan ini tibalah beliau di sebuah desa yang pertama dikunjunginya yang bernama Tanjung Marulak yang sekarang menjadi perkebunan PN III Kebun Rambutan.
Setelah beberapa Tahun Datuk Bandar Kajum tinggal di kampung Tanjung Marulak, karena kelihaian Kolonialis Belanda dengan politik pecah belahnya maka timbul sengketa dengan orang-orang dari Kerajaan Raya, yang berdekatan dengan Kerajaan Padang yang letaknya di sebelah Selatan, dan akhirnya meluas menjadi perang saudara.
Untuk mempertahankan serangan ini Datuk Bandar Kajum berhasil mencari tempat di sebuah dataran tinggi di tepi sungai Padang, di sini dia membangun kampung yang dipagari dengan benteng-benteng pertahanan.
Kampung itu sekarang di sebut kampung Tebing Tinggi Lama. Dari sinilah kampung itu berkembang menjadi tempat pemukiman sebagai asal usul kota Tebing Tinggi.
Zaman Penjajahan Belanda
Pada tahun 1887, oleh pemerintah Hindia Belanda, Tebing Tinggi ditetapkan sebagai kota pemerintahan dimana pada tahun tersebut juga dibangun perkebunan besar yang berlokasi di sekitar Kota Tebing Tinggi (hinterland).
Menjelang persiapan Tebing Tinggi menjadi kota otonom, maka untuk melaksanakan roda pemerintahan pada tahun 1904 didirikan sebuah Badan Pemerintahan yang bernama Plaatselijkke Fonds oleh Cultuur Paad Soematera Timoer.
Pada tanggal 23 Juli 1903 pemerintah Hindia Belanda menetapkan daerah Otonom Kota kecil Tebing Tinggi menjadi pemerintahan kota Tebing Tinggi sebagai daerah otonom dengan sistim desentralisasi.
Pada tahun 1910, sebelum di laksanakannya Zelf Bestuur Padang (Kerajaan Padang), maka telah dibuat titik “Pole Gruth” yaitu pusat perkembangan kota sebagai jarak ukur antara Kota Tebing Tinggi dengan kota sekitarnya.
Patok Pole Gruth tersebut terletak di tengah-tengah Taman Bunga di lokasi Rumah Sakit Umum Herna. Untuk menunjang jalannya roda pemerintahan maka diadakan kutipan-kutipan berupa Cukai Pekan, Iuran penerangan dan lain-lain yang berjalan dengan baik.
Pada masa Tebing Tinggi menjadi Kota Otonom maka untuk melaksanakan Pemerintahan, selanjutnya dibentuk Badan Gementeraad Tebing Tinggi, yang beranggotakan 9 orang dengan komposisinya 5 orang Bangsa Eropa, 3 orang Bumiputera, dan 1 orang Bangsa Timur Asing. Hal ini didasarkan kepada Akte Perjanjian Pemerintah Belanda dengan Sultan Deli, bahwa dalam lingkungan Zelfbestuur didudukan orang asing Eropa dan yang dipersamakan dan ditambah dengan orang-orang Timur Asing.
Pada masa itu, adanya perbedaan golongan penduduk, menyebabkan adanya perbedaan pengaturan penguasaan tanah. Untuk mengadakan pengutipan-pengutipan yang disebut setoran Retribusi dan pajak daerah, diangkatlah pada waktu itu Penghulu Pekan.
Tugas Penghulu Pekan ini juga termasuk menyampaikan perintah-perintah atau kewajiban-kewajiban kepada Rakyat kota Tebing Tinggi yang masuk daerah Zelfbestuur.
Dalam perkembangan selanjutnya informasi Kota Tebing Tinggi sebagai kota Otonom dapat kita baca dari tulisan J.J.MENDELAAR, dalam “NOTA BERTREFENDE DEGEMENTE TEBING TINGGI” yang dibuatnya sekitar bulan Juli 1930.
Dalam salah satu bab dari tulisan tersebut dinyatakan bahwa setelah beberapa tahun dalam keadaan vakum mengenai perluasan pelaksanaan Desentralisasi, maka pada tanggal 1 Juli 1917 berdasarkan Desentralisasiewet berdirilah Gementee Tebing tinggi dengan Stelings Ordanitie Van Statblaad 1917 yang berlaku 1 Juli 1917. Karenanya, tanggal 1 juli inilah yang menjadi Hari jadi Kota Tebing Tinggi
Masa Pendudukan Jepang
Pada masa pendudukan Jepang, pelaksanaan pemerintah di Tebing Tinggi tidak lagi dilaksanakan oleh Dewan Kota yang bernama Gementeeraad. Pemerintah Jepang menggantikannya dengan nama Dewan Gementee Tebing Tinggi. Menjelang Proklamasi (masih pada masa Jepang) pemerintahan kota Tebing Tinggi tidak berjalan dengan baik.
Pada tanggal 20 Nopember 1945 Dewan kota disusun kembali. Dalam formasi keanggotaannya sudah mengalami kemajuan, yang para anggota Dewan Kota terdiri dari pemuka Masyarakat dan Anggota Komite Nasional Daerah.
Dewan Kota ini juga tidak berjalan lama, karena pada tanggal 13 Desember 1945 terjadilah pertempuran dengan Militer Jepeng dan sampai sekarang terkenal dengan PERISTIWA BERDARAH 13 DESEMBER 1945, yang diperingati setiap tahun.
Kemudian pada tanggal 17 Mei 1946, Gubernur Sumatera Utara menerbitkan suatu keputusan No.103 tentang pembentukan Dewan Kota Tebing Tinggi, yang selanjutnya disempurnakan kembali dengan nama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, walaupun pada waktu itu ketua Dewan dirangkap Bupati Deli Serdang.
Ketika Agresi pertama Belanda yang dilancarkan pada tanggal 21 Juli 1947, Dewan Kota Tebing Tinggi dibekukan, demikian pula keadaan pada waktu berdirinya Negara Sumatera Timur, Kota Tebing Tinggi tidak mempunyai Dewan Kota untuk melaksanakan tugas pemerintahan.
Menurut undang-undang No.1 tahun 1957, pemerintah di daerah ini menganut azas Otonomi daerah yang seluasnya. Walaupun dalam undang-undang tersebut ditetapkan bahwa daerah ini berhak mempunyai DPRD yang diambil dari hasil Pemilihan Umum 1955, tetapi berdasarkan undang-undang darurat 1956 DPRD PERALIHAN kota Tebing Tinggi hanya mempunyai 10 (Sepuluh) orang anggota.
Setelah keluarnya Undang-Undang No. 5 tahun 1974, tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, pelaksanaan pemerintahan di Kota Tebing Tinggi sudah relatif lebih baik dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Tetapi, walaupun sudah memiliki perangkat yang cukup baik, namun karena terbatasnya kemampuan daerah dalam mendukung pengadaan dalam berbagai fasilitas yang di butuhkan, roda pemerintahan di daerah ternyata masih banyak mengalami hambatan.
Pada tahun 1980 Presiden Republik Indonesia telah mengganugerakan tanda kehormatan “PARASAMYA PURNA KARYA NUGRAHA” kepada Kotamadya Dati II Tebing Tinggi sebagai penghargaan tertinggi atas hasil kerjanya dalam melaksanakan pembangunan Lima Tahun Kedua, sehingga dinilai telah memberikan kemampuan bagi pembangunan, demi kemajuan Negara Indonesia pada umumnya daerah khususnya.
Tebing Tinggi Lestarikan Rumah Adat Melayu
KOTA Tebing Tinggi, Sumatera Utara, memiliki jejak sejarah dan peradaban yang panjang. Dua peninggalan penting adalah rumah adat Melayu dan kerajinan tenun songket.
"Keduanya sudah ada sejak dulu. Karena itu, saya mengajak warga tidak melupakan sejarah dan budaya yang pernah ada di Tebing Tinggi," ungkap Wali Kota Umar Zunaidi Hasibuan, kemarin.
Ia mengakui kemajuan zaman dan perkembangan teknologi membuat kebudayaan asli itu mulai tersisihkan.
Budaya Tenun Songket Melayu Khas Tebing Tinggi Hampir Terlupakan
Rumah adat melayu dan kerajinan tenun songket adalah bagian budaya yang sejak dulu sudah ada di Kota Tebing Tinggi. Hanya saja dikarenakan kemajuan zaman dan perkembangan teknologi yang cukup cepat membuat budaya tersebut terlupakan oleh masyarakat Kota Tebing Tinggi.
Melalui kegiatan peresmian rumah adat Melayu dan pembukaan pelatihan tenun kain songket, Pemko Tebing Tinggi menginginkan masyarakat Tebing Tinggi agar tidak melupakan budaya yang pernah ada di Kota Tebing Tinggi.
Rumah Adat Puri Melayu Sri Menanti, Objek Wisata Segudang Cerita di Tebing Tinggi
RUMAH Adat Puri Melayu Sri Menanti salah satu objek wisata sejarah yang menarik di Kota Tebing Tinggi , Sumatera Utara. Dibangun sekitar tahun 1910 oleh Muhammad Nur Rangkuti dan Siti Rahma yang merupakan anak dari Ali Jambak "Japan Jaidan" pengawal Kerajaan Negeri Padang.
Bangunan itu kemudian diwariskan secara turun-temurun oleh keluarga Rangkuti. Pada 1992, Rumah Adat Puri Melayu Sri Menanti dipugar oleh Hasyim Nur Thaib dan Zaleha Rangkuti.
Rumah yang memiliki ciri khas bangunan melayu dengan konsep rumah panggung ini dimanfaatkan sebagai tempat berkumpul keluarga. Sesuai dengan namanya Puri Melayu Sri Menanti berarti rumah yang selalu menanti kedatangan keluarga besar.
Namun Rumah Adat Puri Melayu Sri Menanti kembali dilakukan pemugaran pada 2000 oleh Yayasan Al Hasyimiyah, yang kemudian manfaatnya menjadi jauh lebih besar yakni menjadi sentra budaya yang terdapat sanggar seni tari tradisional, silat melayu, hingga kelas menenun songket di dalamnya.
Material utama dari bangunan ini adalah kayu di mana bagian bawah rumah digunakan sebagai tempat menenun songket Melayu dan bersantai. Sementara di lantai atas terdapat ruang tamu yang berisi pelaminan Melayu, dan di ruang keluarga terdapat peninggalan peralatan berbahan kuningan untuk upacara adat Melayu.
Harus Dilestarikan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno sempat menyempatkan ke Rumah Adat Puri Melayu Sri Menanti, pada Kamis 23 Juni 2022. Ia mengajak melestarikan rumah adat yang memiliki daya tarik wisata budaya dan sejarah itu.
“Tempat ini memiliki storynomics yaitu cerita yang akan mampu membuka peluang usaha,” kata Sandiaga.
Menurutnya, melestarikan budaya Melayu dan Rumah Adat Puri Melayu Sri Menanti penting agar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak pudar, serta memberikan manfaat bagi masyarakat setempat khususnya Kota Tebing Tinggi.
"Saya harap kesadaran masyarakat setempat dalam melestarikan budaya dan mengelola rumah adat ini semakin tinggi. Mari kita sama-sama berkolaborasi agar budaya ini bisa terus dinikmati anak cucu hingga ribuan tahun ke depan dan mampu menyejahterakan masyarakat kita," serunya.
6 Fakta Menarik Tebing Tinggi, Kota Lemang yang Pernah Jadi Pusat Kerajaan Padang
Tebing Tinggi adalah adalah salah satu kota yang berada di Provinsi Sumatra Utara. Lokasinya berada di tengah-tengah Kabupaten Serdang Bedagai, dengan luas wilayah 38,44 km persegi dan jumlah penduduk 172.838 jiwa pada 2020. Yang berarti tingkat kepadatannya 4.496 jiwa/km persegi.
Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu pemerintahan kota dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatra Utara. Berjarak sekitar 80 km dari Kota Medan (Ibu kota Provinsi Sumatra Utara) serta terletak pada lintas utama Sumatra yang menghubungkan Lintas Timur dan Lintas Tengah Sumatra melalui lintas diagonal pada ruas Jalan Tebing Tinggi, Pematangsiantar, Parapat, Balige dan Siborong-borong.
Kota Tebing Tinggi salah satu kota yang sangat beragam berdasarkan suku dan agama di Indonesia. Empat suku yang mendominasi ialah suku Melayu, Batak, Jawa dan Tionghoa. Beberapa suku lainnya juga ada di kota ini, termasuk suku Minangkabau, Nias dan Aceh.
Tentu bukan itu saja hal-hal menarik dri Tebing Tinggi .Berikut enam fakta menarik seputar Kota Tebing Tinggi :
1. Tokoh Seniman dan Pendakwah
Kota Tebing Tinggi merupakan tempat kelahiran salah seorang sosok kontroversial di Indonesia yaitu Anton Medan. Pemilik nama asli Tan Hok Liang ini lahir di Kota Tebing Tinggi, Sumatra Utara, 10 Oktober 1957, dan meninggal dunia pada 15 Maret 2021. Ia dikenal sebagai mantan perampok dan bandar judi yang telah bertobat.
Ia memeluk agama Islam sejak 1992 dan mengubah namanya menjadi Muhammad Ramdhan Efendi serta menjadi pendakwah. Anton Medan mendirikan rumah ibadah yang diberi nama Masjid Jami' Tan Hok Liang. Masjid itu terletak di areal Pondok Pesantren At-Ta'ibin, Pondok Rajeg, Cibinong, Jawa Barat. Anton Medan.
Tokoh terkenal lainnya adalah Tino Sidin, seorang pelukis dan guru gambar yang terkenal dengan acaranya di stasiun TVRI era 80-an, yaitu Gemar Menggambar. Ia lahir di Kota Tebing Tinggi, 25 November 1925 dan dikenal membuat karya lukis yang menggambarkan kehidupan sehari-hari.
2. Istana Negeri Padang
Tebing Tinggi pernah menjadi wilayah kerajaan, yaitu Kerajaan Padang, yang dulunya merupakan daerah otonom di bawah Kerajaan Deli. Pusat administrasi Kerajaan Padang berada di sebuah bangunan bergaya arsitektur Eropa yang saat ini menjadi markas Koramil 013, di Jalan K.F. Tandean. Bangunan itulah yang menjadi saksi bisu keberadaan Kerajaan Padang.
Sedangkan, lokasi istana raja tidak berapa jauh dari pusat administrasi kerajaan dan disebut dengan Istana Negeri Padang yang hingga kini masih berdiri kokoh. Istana ini merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Negeri Padang yang dibangun pada 1800-an, dan pernah direnovasi. Meski begitu, bentuk asli bangunan ini tetap dipertahankan.
Istana Negeri Padang berbentuk rumah panggung yang kokoh dan dihias dengan cat berwarna kuning yang merupakan warga kebanggaan masyarakat Melayu. Bahan bangunannya juga menggunakan bahan terbaik dan pilihan agar lebih kuat, kokoh, dan megah.
Asal usul nama “Negeri Padang” diambil dari lingkungan istana yang terletak di terletak di dataran tanah dan dikelilingi pepohonan rimbun. Di sekitar area Istana Negeri Padang, terdapat makam raja ke delapan, sembilan, sepuluh, dan keluarganya. Jika berwisata ke sini, Anda juga bisa berziarah ke makam para raja.
3. Kota Lemang
Tebing Tinggi mendapat sebutan Kota Lemang karena makanan itu merupakan makanan khas kota ini. Lemang terbuat dari beras ketan yang dimasak dalam seruas bambu, setelah sebelumnya digulung dengan selembar daun pisang. Gulungan daun bambu berisi tepung beras bercampur santan kelapa ini kemudian dimasukkan ke dalam seruas bambu lalu dibakar sampai matang di atas tungku panjang.
Lemang lebih nikmat disantap hangat-hangat, dengan campuran selai bahkan durian. Pusat penjualan lemang di Tebing Tinggi adalah di seruas jalan bernama Jl. KH Dahlan, berseberangan dengan Masjid Raya Tebing Tinggi.
Masyarakat lebih mengenalnya sebagai Jalan Tjong A fie. Lemang yang paling terkenal adalah Lemang Batok. Lemang produksi kota Tebing Tinggi yang sangat terkenal lezat sehingga dijuluki sebagai Kota Lemang.
4. Taman Kota Tebing Tinggi
Usai menempuh perjalanan dari atau menuju Medan, kini waktunya bersantai di taman sambil menikmati jajanan tradisional yang ada di sekitar taman. Ada banyak sekali makanan dan minuman yang bisa Anda coba di Taman Kota Tebing Tinggi, mulai dari makanan tradisonal hingga modern dan internasional.
Bersantai di Taman Kota Tebing Tinggi tak perlu khawatir dengan panasnya matahari karena di sini dikelilingi pepohonan rimbun. Udaranya masih segar karena taman ini juga berfungsi untuk ruang terbuka hijau. Bagi Anda yang membawa anak, di sini menyediakan wahana bermain anak seperti perosotan, ayunan dan berbagai tempat permainan lainnya.
5. Masjid Agung Kota Tebing Tinggi
Saat melewati Kota Tebing Tinggi, jangan lupa untuk singgah di Masjid Agung Tebing Tinggi yang terletak di pusat kota. Sebagai kota persinggahan, Tebing Tinggi sedang disiapkan untuk menjadi kota yang nyaman dengan fasilitas lengkap seperti Taman Kota, rumah makan, hingga masjid agung yang diharapkan bisa dijadikan sebagai tempat ibadah yang bermanfaat bagi siapa saja yang datang.
Masjid Agung ini yang buka 24 jam ini punya luas bangunan 1.500 meter persegi dan terlihat megah disertai arsitektur yang unik. Masjid Agung Tebing Tinggi yang berdiri pada 2019 ini mampu menampung hingga 3.000 jemaah dalam satu waktu.
6. Kuliner khas Tebing Tinggi
Tak hanya Lemang, Tebing Tinggi punya kuliner khas lainnya. Salah satunya Kue Kacang. Kue Kacang yang terkenal adalah kue kacang bermerek Rajawali, Beo dan Garuda serta banyak dijual di terminal Pajak (Pasar) Mini Tebing Tinggi. Karena kelezatannya dan harga yang ekonomis, Kue Kacang mulai menjadi ikon baru kuliner Tebing Tinggi selain Lemang.
Ada juga Halua yang merupakan manisan khas Melayu. Halua biasanya terbuat dari buah pepaya yang ditebuk atau dibuat anyaman yang disebut Buku Bemban, Pucuk Pohon Pepaya, Buah Paria, cabai, Meregat, Gelugur dan berbagai bahan lainnya. Meskipun tidak menjadi produksi bisnis, Halua akan tetap ada dalam upacara adat maupun hari raya seperti lebaran. Lalu ada Mie Rebus Soponyono,
Mi rebus yang telah ada sejak masa pasca kemerdekaan ini pertama kali dibawa oleh seorang penjula bernama Baharuddin dari Jawa Timur ke Kota Tebing Tinggi. Nama “Soponyono” diambil dari Bahasa Jawa yang artinya “siapa sangka”.
Baharuddin berjualan di Jalan Iskandar Muda, Tebing Tinggi dengan menggunakan gerobak sorong. Usahanya diteruskan oleh anak dan menantunya. Menu yang ditawarkan adalah mi rebus dan sate daging dengan bumbu kacang.
Demikian Blog narasi ini saya buat , mohon dibantu koreksi jika pengertian yang salah dan kutipan-kutipan diatas yang terlalu melebihi batas dari rangkuman.
Referensi : tebingtinggikota.bps.go.id
https://epaper.mediaindonesia.com/detail/tebing-tinggi-lestarikan-rumah-adat-melayu
https://travel.okezone.com/amp/2022/06/24/408/2617592/rumah-adat-puri-melayu-sri-menanti-objek-wisata-segudang-cerita-di-tebing-tinggi?page=2
Liputan 6, jakarta - Tebing Tinggi
Serepina Tiur Maida. Zoom 03 Mei 2023.Definisi kebudayaan , tiga wujud kebudayaan , adat - istiadat.
Menambah pengetahuan .. Tks
BalasHapus